Spiga

Frist time posting

Tenaga yang tersisa sangat sedikit malam itu, oleh karena itu, tidak ada tercantumkan keterangan waktu pada post ini dengan alasan sulit sekali melakukan serangkaian proses untuk melihat jam yang cuma ada di HP saya yang jauh berada di dalam saku celana atau sekitar 50cm dari posisi tangan yang sedang mengucek mata menahan kantuk.

Perjalanan menuju rumah sudah berlangsung. Seperti biasa, kecepatan 110km/jam bukanlah bentukan amarah menahan 30km/jam beberapa jam sebelumnya. Hanya sekedar pemicu keluarnya adrenalin untuk mempercepat kinerja jantung, sehingga aliran darah di boost jadi 2 atau 3 kali lipat, badan hangat, rasa kantuk dapat dikurangi. Namun, yang terjadi tidak sepenuhnya seperti yang diharapkan. Darah memang terasa mengalir hebat, namun cukup hanya pada arteri, hingga akhirnya sampai di kelopak mata, dan berhenti. Tidak mau berbagi pada vena yang sudah dipanggil jantung. Memenuhi kantong kelopak mata yang cuma se"tai upil" sehingga berat. Sehingga sesekali mata tertutup dengan kecepatan 110km/jam.

"DRRUDDRUUDDRUUDD...." Suara ban mobil begitu keras membangunkan saya yang sedang tidur. Tanpa panik dan dengan tenang saya putar stir kekanan. "Kenapa De?" Ipar saya terbangun. Mengingat reputasi saya yang sangat hebat dalam hal menyetir, terlebih lagi kemampuan saya merespon yang terlalu hebat, maksud saya luar biasa hebat, saya langsung belok masuk ke rest area yang kebetulan kita lewati tepat 1 koma sekian detik setelah pertanyaan tadi. Trus saya berhenti, keluar, ngecek ban kiri, depan, belakang, "OK, aku pikir tadi bocor, mungkin jalan rusak aja, atau karena intuisi ku yang terlatih waktu di Medan yang ban mobilnya bocor 2x." dan diakhiri dengan sedikit bergumam bernyanyi agar percakapan dihentikan dan tak ada lagi pertanyaan. Dan kita pun kembali hit the road.

Salib kanan, salib kiri, gigi 3, gigi 4, dan saya tidak suka gigi 5 dalam keadaan ngantuk karena suaranya yang tenang dan so pasti kecepatan tinggi. Tiba-tiba... "CITTT..." saya menginjak rem. Memarkir mobil di bahu jalan yang cuma 2 meter lebarnya. Mengambil handphone dengan sisa-sisa tenaga telah terpusat di jari-jari. "Pa, ni AD di simpang Tj. Priok sama Pd. Indah, ke rumah ke arah mana Pa?". Papa menjawab singkat "Ya Tj. Priok lah". Telfon dimatikan. Perjalanan dilanjutkan.

Alhamdulillah, tidak ada kejadian berarti sampai akhirnya kami sampai di depan rumah. Saya diam sebentar, berharap sang ipar bangun dan membukakan gerbang. 6 detik berlalu tanpa respon. Akhirnya saya berinisiatif membuka sendiri walaupun energi sudah hampir bener2 habis, walaupun lampu merah di dada ultraman ini sudah kedap kedip sangat lambat. Pintu mobil dibuka, sang ipar ternyata terbangun, mendadak saya bergaya, berlari, melompat girang menuju gerbang dengan harapan, sang ipar melihat saya dan berkomentar dalam hati "Wah, hebat Yade ini, ga ada istirahat, masih juga semangat sampai akhir". Serasa komentar ini terdengar saya melihat sang ipar lalu tersenyum.

Mobil dimasukkan, pintu gerbang ditutup dan dikunci. Pintu 1 rumah dibuka. Pintu 2 rumah dibuka. Masuk kamar. Nyalakan AC. Tidur.

"De shalat dulu baru tidur" suara kakakku yang cantik namun terdengar menyiksa.